Langkah Cimahi Menuju Kota yang Ramah dan Sehat untuk Semua



Wartapolitan ll Kota Cimahi — Pagi itu, ruang sidang DPRD Kota Cimahi terasa berbeda. Bukan sekadar karena agenda paripurna yang padat, tetapi karena ada semangat baru yang bergulir dari balik meja-meja kayu di Gedung DPRD, semangat menjadikan kota kecil di jantung Jawa Barat ini lebih ramah, lebih sehat, dan lebih manusiawi bagi semua warganya.

Ketua DPRD Kota Cimahi, Wahyu Widyatmoko, berdiri dan membuka sidang dengan nada tegas namun hangat. Di hadapan para anggota dewan, pejabat pemerintah kota, dan perwakilan masyarakat, ia menyampaikan bahwa dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang digagas DPRD bukan sekadar produk hukum tetapi cermin dari arah baru kebijakan publik di Cimahi.

“Kedua raperda ini menyentuh hak-hak dasar masyarakat. Perlindungan terhadap penyandang disabilitas dan pembatasan kawasan merokok adalah bentuk tanggung jawab moral dan hukum kita,” ucap Wahyu.

Raperda tentang Penyandang Disabilitas menjadi langkah berani untuk menembus sekat-sekat sosial yang selama ini membatasi akses warga dengan kebutuhan khusus. Bagi mereka, jalan yang tidak rata, gedung tanpa ramp, atau layanan publik yang tidak inklusif bukan sekadar hambatan fisik tetapi simbol dari ruang yang belum memberi tempat yang sama bagi semua.

Melalui regulasi ini, DPRD ingin memastikan bahwa warga dengan disabilitas dapat berdiri sejajar dalam pendidikan, pekerjaan, dan ruang publik. Ini bukan sekadar urusan fasilitas, tetapi soal pengakuan martabat manusia.

Anggota Bapemperda, Lilis Yusniawati, menegaskan bahwa hak atas aksesibilitas dan kesehatan adalah bagian dari pelayanan dasar pemerintah.

“Raperda ini bukan hanya aturan teknis. Ia adalah jembatan agar tidak ada warga Cimahi yang tertinggal karena perbedaan kemampuan,” ujarnya.

Di sisi lain, Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menjadi upaya untuk mengembalikan ruang publik kepada semua kalangan, terutama anak-anak dan perempuan yang paling rentan terhadap paparan asap rokok.

Kebijakan ini bukan sekadar larangan, melainkan ajakan untuk membangun budaya baru: budaya peduli terhadap kesehatan sesama.

“Perda Kawasan Tanpa Rokok penting untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok. Ini soal tanggung jawab sosial kita bersama,” tambah Lilis.

Namun, para anggota dewan juga menyadari bahwa semangat di atas kertas harus diterjemahkan dalam tindakan nyata. Pengawasan, edukasi publik, dan partisipasi masyarakat akan menjadi kunci agar perda ini tidak berhenti di papan pengumuman atau baliho peringatan.

Langkah DPRD Cimahi ini sejatinya menggambarkan transformasi cara pandang: dari kota industri yang sibuk menuju kota inklusif yang menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan.

Sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), Cimahi berupaya memastikan bahwa pembangunan tidak hanya tentang infrastruktur, tetapi juga tentang nilai kemanusiaan, kesetaraan, dan kesehatan publik.

Jika dua perda ini kelak disahkan, Cimahi akan mencatat sejarah kecil tapi bermakna: bahwa perubahan besar sering kali berawal dari ruang sidang yang mungkin sederhana, tetapi berisi tekad untuk memberi ruang hidup yang lebih layak bagi semua warganya. **Dendi

Post a Comment

0 Comments